Kebajikan Menurut Ibnu Miskawaih dan Perbandingan dengan Imam Al-Ghazali
Pendahuluan
Konsep kebajikan (al-fadhilah) merupakan salah satu tema sentral dalam filsafat akhlak Islam. Dua pemikir besar yang memberikan kontribusi signifikan dalam bidang ini adalah Ibnu Miskawaih (932-1030 M) dan Imam Al-Ghazali (1058-1111 M). Meskipun keduanya hidup dalam periode yang hampir bersamaan, pendekatan mereka terhadap kebajikan memiliki perbedaan yang menarik untuk dikaji.
Dalam tulisan ini, kita akan mengeksplorasi definisi dan pembagian kebajikan menurut Ibnu Miskawaih, kemudian membandingkannya dengan pandangan Imam Al-Ghazali.
Kebajikan Menurut Ibnu Miskawaih
Definisi Kebajikan
Ibnu Miskawaih, dalam karyanya Tahdzib al-Akhlaq, mendefinisikan kebajikan sebagai "sikap jiwa yang membuatnya melakukan perbuatan-perbuatan baik tanpa berpikir dan pertimbangan". Menurutnya, kebajikan merupakan keadaan jiwa yang moderat (wasath) di antara dua ekstrem yang bertentangan.
Pembagian Kebajikan
Ibnu Miskawaih membagi kebajikan menjadi empat jenis utama berdasarkan tiga daya jiwa manusia:
1. Kebajikan Rasional (al-Hikmah)
Kebajikan yang terkait dengan daya pikir (al-quwwah al-nathiqah). Kebajikan ini berada di antara kebodohan (al-jahl) dan kecerdikan jahat (al-jurbuzah).
2. Kebajikan Keberanian (al-Syaja'ah)
Kebajikan yang terkait dengan daya marah (al-quwwah al-ghadhabiyah). Kebajikan ini berada di antara pengecut (al-jubn) dan nekat (al-tahawwur).
3. Kebajikan Menahan Diri (al-'Iffah)
Kebajikan yang terkait dengan daya nafsu (al-quwwah al-shahwiyah). Kebajikan ini berada di antara tidak mengendalikan hawa nafsu (al-khuruq) dan tidak peka (al-khumud).
4. Kebajikan Keadilan (al-'Adl)
Kebajikan yang mengatur keseimbangan di antara ketiga kebajikan di atas. Kebajikan ini merupakan puncak dari semua kebajikan.
Kebajikan Menurut Imam Al-Ghazali
Definisi Kebajikan
Imam Al-Ghazali, dalam karyanya Ihya Ulum al-Din, mendefinisikan kebajikan sebagai "sikap jiwa yang tetap yang darinya lahir perbuatan-perbuatan dengan mudah tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan". Meski definisinya mirip dengan Ibnu Miskawaih, Al-Ghazali lebih menekankan aspek ketuhanan dalam konsep kebajikan.
Pembagian Kebajikan
Al-Ghazali juga mengadopsi pembagian kebajikan berdasarkan tiga daya jiwa, tetapi dengan penekanan yang berbeda:
1. Kebajikan Ilahiyah (al-Hikmah al-Ilahiyah)
Kebajikan yang terkait dengan daya pikir, tetapi lebih ditekankan pada pengetahuan tentang Allah dan makhluk-Nya.
2. Kebajikan Kemarahan (al-Ghadhab)
Kebajikan yang terkait dengan daya marah, yang harus dikendalikan untuk melawan hawa nafsu dan musuh-musuh agama.
3. Kebajikan Nafsu (al-Shahwah)
Kebajikan yang terkait dengan daya nafsu, yang harus diarahkan untuk mencari keridhaan Allah.
Bagi Al-Ghazali, puncak kebajikan adalah ketika seseorang mencapai ma'rifatullah (mengenal Allah) dan mampu membersihkan hati dari segala penyakitnya.
Perbandingan Pandangan
| Aspek | Ibnu Miskawaih | Imam Al-Ghazali |
|---|---|---|
| Pendekatan | Filosofis-rasional dengan pengaruh Yunani | Tasawuf-keagamaan dengan basis Al-Qur'an dan Hadis |
| Tujuan Kebajikan | Kebahagiaan duniawi dan ukhrawi melalui penyempurnaan jiwa | Pendekatan diri kepada Allah dan keselamatan di akhirat |
| Dasar Pembagian | Psikologis-filosofis (tiga daya jiwa) | Psikologis-spiritual (tiga daya jiwa dengan orientasi ketuhanan) |
| Puncak Kebajikan | Keadilan (al-'Adl) sebagai keseimbangan | Ma'rifatullah (mengenal Allah) dan penyucian hati |
| Metode Pencapaian | Latihan (riyadhah) dan pembiasaan | Mujahadah (perjuangan spiritual) dan pensucian hati (tazkiyatun nafs) |
Persamaan
- Kedua pemikir sepakat bahwa kebajikan adalah kondisi jiwa yang tetap
- Keduanya menggunakan pembagian tiga daya jiwa sebagai dasar kebajikan
- Keduanya menekankan pentingnya latihan untuk mencapai kebajikan
Perbedaan
- Ibnu Miskawaih lebih filosofis sementara Al-Ghazali lebih sufistik
- Al-Ghazali lebih menekankan dimensi ketuhanan dalam kebajikan
- Ibnu Miskawaih melihat kebajikan sebagai jalan menuju kesempurnaan manusia, sedangkan Al-Ghazali melihatnya sebagai sarana mendekatkan diri kepada Allah
Kesimpulan
Baik Ibnu Miskawaih maupun Imam Al-Ghazali memberikan kontribusi penting dalam pemikiran akhlak Islam. Meskipun memiliki perbedaan dalam pendekatan dan penekanan, keduanya sepakat bahwa kebajikan merupakan keadaan jiwa yang perlu dilatih dan dikembangkan untuk mencapai kehidupan yang bermakna.
Pemikiran Ibnu Miskawaih yang lebih filosofis dan pemikiran Al-Ghazali yang lebih sufistik saling melengkapi dalam memberikan pemahaman yang komprehensif tentang kebajikan dalam Islam.

Comments
Post a Comment