Pages

Friday, November 14, 2025

Sifat Riya akan membuat jiwanya robek dari dalam


 

Riya: Bahaya Sifat Pamer dalam Ibadah

Riya: Bahaya Sifat Pamer dalam Ibadah

Mengungkap Penyakit Hati yang Menghancurkan Pahala Amal Ibadah Menurut Imam Al-Ghazali

Definisi Riya Menurut Kitab Tasawuf

Riya secara bahasa berarti memperlihatkan atau pamer. Secara istilah dalam tasawuf, riya adalah melakukan ibadah atau amal shaleh dengan tujuan untuk dilihat dan dipuji manusia, bukan semata-mata karena Allah.

"Riya adalah mencari kedudukan di hati manusia dengan memperlihatkan kepada mereka amal-amal ketaatan. Riya termasuk syirik kecil yang dapat menghapus pahala amal."
- Imam Al-Ghazali, Ihya Ulumuddin

Imam Al-Ghazali dalam Ihya Ulumuddin menjelaskan bahwa riya memiliki beberapa bentuk:

  1. Riya dalam niat sebelum beramal
  2. Riya selama beramal
  3. Riya setelah selesai beramal

Pendorong Munculnya Sifat Riya

  • Cinta Popularitas: Keinginan untuk dikenal sebagai orang shaleh atau alim.
  • Takut Dicela: Khawatir dicap sebagai orang yang tidak taat jika tidak beramal.
  • Lingkungan yang Materialistis: Hidup dalam masyarakat yang mengukur nilai seseorang dari penampilan lahiriah.
  • Kurangnya Keikhlasan: Tidak memurnikan niat hanya untuk Allah dalam beramal.
  • Kelemahan Iman: Tidak yakin sepenuhnya bahwa Allah Maha Melihat semua amal.

Peringatan Imam Al-Ghazali: "Riya adalah penyakit yang halus, bisa masuk ke dalam amal tanpa disadari. Seseorang bisa merasa ikhlas, padahal sebenarnya ada unsur riya dalam hatinya."

Kriteria dan Jenis Riya

1. Riya Badaniyah

Memperlihatkan tubuh yang kurus dan pucat agar dikira rajin berpuasa dan banyak beribadah.

2. Riya Pakaian

Memakai pakaian tertentu (seperti sorban atau jubah) agar dianggap sebagai ahli ibadah atau alim.

3. Riya Perkataan

Berkata-kata dengan bahasa agama, mengucapkan zikir dengan suara keras, atau memberikan nasihat agar dipuji.

4. Riya Perbuatan

Memperlihatkan shalat dengan khusyuk yang berlebihan, memperpanjang sujud, atau sengaja beramal di tempat ramai.

5. Riya dengan Pengikut

Bangga memiliki banyak pengikut atau murid yang datang mendengarkan ceramahnya.

Pendukung Sifat Riya sehingga Semakin Binasa

1

Bergaul dengan Orang Riya

Lingkungan yang suka pamer ibadah akan memperkuat sifat riya dalam diri.

2

Media Sosial

Kecenderungan untuk membagikan aktivitas ibadah di media sosial untuk mendapatkan pujian.

3

Kurangnya Muraqabah

Tidak merasa diawasi oleh Allah dalam setiap amal perbuatan.

4

Menuntut Pengakuan

Perasaan tidak dihargai jika amal tidak diketahui orang lain.

Imam Al-Ghazali mengingatkan: "Orang yang riya bagaikan pedagang yang merugi. Ia menghabiskan tenaga untuk beramal, tetapi ketika memamerkan amalnya kepada manusia, pahalanya lenyap di sisi Allah."

Sejarah dan Awal Kemunculan Riya

Riya telah ada sejak awal sejarah manusia. Dalam Al-Qur'an, Allah mengisahkan tentang orang-orang munafik yang shalat dengan tujuan pamer (QS. Al-Ma'un: 4-6).

Imam Al-Ghazali menjelaskan bahwa riya muncul ketika ada ketidakseimbangan antara tiga aspek dalam beramal:

  1. Niat: Seharusnya murni karena Allah, tetapi tercampur dengan keinginan duniawi.
  2. Pelaksanaan: Seharusnya sesuai sunnah, tetapi dilakukan dengan cara yang menarik perhatian.
  3. Setelah Amal: Seharusnya disembunyikan, tetapi justru diberitahukan kepada orang lain.

Fakta Menarik: Imam Al-Ghazali menyebutkan bahwa para sahabat Nabi sangat takut terhadap riya. Mereka sering menyembunyikan amal shaleh mereka, bahkan ada yang bersedekah di malam hari agar tangan kirinya tidak mengetahui apa yang diberikan tangan kanannya.

Derajat dan Tingkatan Riya

"Riya ada yang jelas dan ada yang samar. Riya yang samar lebih berbahaya karena sulit dideteksi, bagaikan semut hitam di atas batu hitam pada malam yang gelap."
- Imam Al-Ghazali

1. Riya Jali (Terang-terangan)

Secara terang-terangan memperlihatkan amal ibadah dengan tujuan dipuji. Ini adalah tingkatan riya yang paling jelas dan mudah dikenali.

2. Riya Khafi (Samar)

Riya yang halus dan sulit dideteksi, bahkan oleh pelakunya sendiri. Misalnya, merasa senang ketika ada orang yang memuji kebaikannya.

3. Riya dalam Niat

Berniat untuk beramal karena ingin dipuji, meskipun amalnya tidak diperlihatkan kepada siapapun.

Konsekuensi dan Efek Buruk Riya

Konsekuensi di Dunia:

  • Amal ibadah menjadi sia-sia tanpa pahala
  • Hati tidak tenang, selalu bergantung pada penilaian orang
  • Dapat menjadi penyebab kemunafikan
  • Hubungan dengan Allah menjadi renggang
  • Dijauhi oleh orang-orang yang memahami hakikat ibadah

Efek Spiritual:

  • Hilangnya Keikhlasan: Amal tidak diterima karena tidak ikhlas
  • Terhalangnya Hidayah: Riya menutup hati dari penerimaan hidayah Allah
  • Azab di Akhirat: Imam Al-Ghazali mengutip hadits bahwa orang yang riya akan dipanggil di hari kiamat dengan empat sebutan hina
  • Sirnanya Pahala: Semua amal yang tercampur riya akan hangus tanpa sisa

Imam Al-Ghazali mengutip hadits qudsi: "Aku adalah sekutu yang paling tidak membutuhkan sekutu. Barangsiapa melakukan amal dengan menyekutukan-Ku dengan yang lain, maka Aku tinggalkan dia dan sekutunya." (HR. Muslim)

Cara Menghilangkan Sifat Riya

1

Memperbaiki Niat

Selalu mengingatkan diri bahwa amal hanya untuk Allah, bukan untuk makhluk.

2

Menyembunyikan Amal

Memperbanyak amal sirri (rahasia) yang tidak diketahui orang lain.

3

Muraqabah

Selalu merasa diawasi oleh Allah dalam setiap keadaan.

4

Muhasabah Diri

Mengevaluasi niat sebelum, selama, dan setelah beramal.

Langkah Praktis Menurut Imam Al-Ghazali:

  1. Memahami Bahaya Riya: Merenungkan akibat buruk riya di dunia dan akhirat
  2. Memperbanyak Doa: Memohon perlindungan dari riya dalam setiap amal
  3. Bergaul dengan Orang Ikhlas: Meneladani sifat ikhlas dari para salafus shaleh
  4. Membaca Kisah Orang Ikhlas: Mengambil pelajaran dari kehidupan para ulama yang menyembunyikan amalnya
  5. Mengingat Kematian: Selalu mengingat bahwa suatu hari akan berdiri di hadapan Allah untuk mempertanggungjawabkan amal
"Obat riya adalah dengan mengosongkan hati dari cinta pujian dan takut celaan manusia. Caranya dengan meyakini bahwa pujian dan celaan manusia tidak mendatangkan manfaat dan mudarat, kecuali dengan kehendak Allah."
- Imam Al-Ghazali

Tips Praktis: Imam Al-Ghazali menyarankan untuk sesekali melakukan amal yang bertentangan dengan keinginan hawa nafsu, seperti tidak shalat di shaf depan padahal mampu, atau tidak mengangkat tangan saat berdoa di tempat umum, untuk melatih keikhlasan.

© 2023 Blog Spiritual Islami. Semua hak dilindungi.

Ditulis berdasarkan kajian kitab Ihya Ulumuddin karya Imam Al-Ghazali

No comments:

Post a Comment