Skip to main content

Martabat Manusia Qadha


 

Martabat Manusia: Pandangan Imam Al-Ghazali Tentang Qadha

Martabat Manusia: Pandangan Imam Al-Ghazali Tentang Qadha

Mengungkap Konsep Martabat Insani dalam Pemikiran Sang Hujjatul Islam

Imam Al-Ghazali, yang dikenal sebagai Hujjatul Islam, adalah salah satu pemikir Muslim paling berpengaruh dalam sejarah. Dalam berbagai karyanya, beliau mengupas secara mendalam tentang hakikat manusia dan martabatnya. Salah satu konsep penting yang beliau kemukakan adalah tentang qadha (ketetapan Ilahi) dan bagaimana hal ini terkait dengan martabat manusia.

Pemahaman Dasar tentang Qadha

Menurut Imam Al-Ghazali, qadha adalah ketetapan Allah yang azali (tanpa permulaan) tentang segala sesuatu yang akan terjadi di alam semesta. Ini merupakan bagian dari ilmu Allah yang meliputi segala sesuatu. Qadha bukanlah pemaksaan yang menghilangkan kebebasan manusia, melainkan bagian dari sistem yang sempurna yang telah Allah tetapkan.

"Ketahuilah bahwa qadha dan qadar adalah rahasia Allah yang tidak diketahui oleh makhluk-Nya. Barangsiapa mengaku mengetahui keduanya, maka dia telah kafir. Barangsiapa mengingkari keduanya, maka dia juga kafir."

- Imam Al-Ghazali, Ihya Ulumuddin

Martabat Manusia dalam Konsep Qadha

Imam Al-Ghazali memandang bahwa martabat manusia justru terletak pada kemampuannya untuk memahami dan menerima qadha dengan benar. Manusia bukanlah makhluk yang pasif dihadapkan pada takdir, melainkan aktor yang memiliki kebebasan dalam koridor yang telah ditetapkan oleh Allah.

Dalam kitab "Ihya Ulumuddin", Al-Ghazali menjelaskan bahwa manusia memiliki tiga tingkatan dalam menyikapi qadha:

Tiga Tingkatan Sikap Terhadap Qadha

  • Tingkat Awam: Menerima qadha dengan keluhan dan ketidaksabaran
  • Tingkat Khawas: Menerima qadha dengan sabar dan kerelaan
  • Tingkat Khawas al-Khawas: Menerima qadha dengan penuh kecintaan dan pengakuan akan kebijaksanaan Ilahi

Qadha dan Tanggung Jawab Manusia

Meskipun mempercayai qadha, Imam Al-Ghazali tidak menafikan tanggung jawab manusia. Dalam kitab "Al-Munqidz min al-Dhalal", beliau menegaskan bahwa manusia tetap bertanggung jawab atas pilihan-pilihan yang dibuatnya. Qadha adalah pengetahuan Allah tentang apa yang akan dipilih manusia, bukan paksaan terhadap manusia untuk memilih sesuatu.

Pandangan ini menunjukkan martabat tinggi manusia sebagai makhluk yang diberi kemampuan untuk memilih dan bertanggung jawab atas pilihannya, sekaligus tunduk pada kehendak Ilahi.

"Allah menciptakan segala sesuatu dengan qadha-Nya dan mengaturnya dengan qadar-Nya. Tidak ada sesuatu pun yang keluar dari kehendak-Nya dan ilmu-Nya."

- Imam Al-Ghazali, Maqashid al-Falasifah

Implikasi dalam Kehidupan

Pemahaman yang benar tentang qadha menurut Imam Al-Ghazali akan membawa manusia pada:

  • Ketenteraman hati karena percaya pada kebijaksanaan Allah
  • Optimisme dalam berusaha karena yakin pada pertolongan Allah
  • Kerendahan hati karena menyadari segala sesuatu berasal dari Allah
  • Tanggung jawab moral karena menyadari konsekuensi dari pilihan

Kesimpulan

Pandangan Imam Al-Ghazali tentang qadha dan martabat manusia menunjukkan keseimbangan yang sempurna antara kepercayaan pada ketetapan Ilahi dan pengakuan akan kebebasan manusia. Martabat manusia justru ditinggikan ketika ia mampu memahami kedudukannya sebagai hamba yang bertanggung jawab dalam kerangka qadha Ilahi.

Dengan pemahaman ini, manusia tidak menjadi pasif, tetapi justru aktif berusaha dengan penuh optimisme, sambil berserah diri kepada Allah atas hasil akhirnya. Inilah martabat insani yang sejati menurut perspektif Imam Al-Ghazali.

© 2023 Blog Pemikiran Islam. Ditulis berdasarkan kajian kitab-kitab Imam Al-Ghazali.

Comments

Popular posts from this blog

PERBEDAAN ANTARA PENILAIAN PROGRAM PENDIDIKAN, PROSES BELAJAR MENGAJAR, DAN HASIL BELAJAR.

Dalam penilaian Pendidikan, mencangkup tiga sasaran utama yakni penilaian program pendidikan, penilaian proses belajar mengajar   dan penilaian hasil-hasil belajar. Keberhasilan pengajaran tidak hanya dilihat dari hasil belajar yang dicapai oleh siswa, tetapi juga dari segi prosesnya. Hasil belajar pada dasarnya merupakan akibat dari suatu proses belajar. Ini berarti optimalnya hasil belajar siswa tergantung pula pada proses belajar siswadan proses mengajar guru. Oleh sebab itu, perlu dilakukan penilaian terhadap proses belajar-mengajar. Penilaian proses merupakan penilaian yang menitikberatkan sasaran penilaian pada tingkat efektivitas kegiatan belajar mengajar dalam rangka pencapaian tujuan pengajaran. Penilaian proses belajar mengajar menyangkut penilaian terhadap kegiatan guru, kegiatan siswa, pola interaksi guru-siswa dan keterlaksanaan proses belajar mengajar.

Bacaan Sebelum Shalat Witir

ü     اوتروا ومجدوا وعظموا شهر الصيام رحمكم الله @ لا إله إلا الله ، وحده لا شريك له ، له الملك ، وله الحمد ، يحيي ويميت،  وهو على كل شيء قدير.... ü     اللهم صل على سيدنا محمد @ صلى الله عليه وسلم. ü     اللهم صل على سيدنا ونبينا وحبيبينا وشفيعنا وذخرنا ومولانا محمد @ صلى الله عليه وسلم.

Cerita Bagus dari Kitab Uquudu Lujain Fii Bayaani Huquuzzaujaini

Di baghdad ada seorang laki laki menikah dengan anak puteri pamannya sendiri. Dalam pernikahan itu ia berjanji tidak akan menikah lagi dengan wanita lain. Suatu hari ada seorang perempuan datang (belanja) ke tokonya. Ia meminta lelaki itu untuk menikahi dirinya. Lelaki itupun bercerita apaadanya, bahwa dia telah mengikat janji dengan  istrinya (anak pamannya)untuk tidak akan kawin lagi dengan wanita lain.