Makna Sabilillah Menurut Imam Al-Ghazali dalam Ihya Ulumuddin
Imam Al-Ghazali (w. 505 H) dalam magnum opus-nya Ihya Ulumuddin menjelaskan konsep "Sabilillah" (jalan Allah) secara mendalam, terutama pada bab tentang Zakat (Kitab Asrar al-Zakat). Berikut poin-poin utamanya:
Definisi Klasik dan Kritik Al-Ghazali
Secara literal, istilah ini merujuk pada Q.S. At-Taubah: 60 sebagai salah satu mustahiq zakat. Ulama fikih umumnya membatasinya pada jihad perang (mujahidin). Namun Al-Ghazali menolak pembatasan sempit ini:
"Sabilillah bukan hanya perang! Ia mencakup semua jalan kebaikan yang mendekatkan diri kepada Allah"
(Ihya, Jilid 1, Bab Zakat)
Pemaknaan Holistik
Al-Ghazali memperluas makna sabilillah menjadi:
- Jihad Fisik & Non-Fisik: Termasuk dakwah, pendidikan Islam, dan membela kebenaran
- Amal Ilmiah: Mendanai penelitian, penulisan kitab, dan penyebaran ilmu syar'i
- Infrastruktur Umat: Membangun madrasah, rumah sakit, jalan, serta fasilitas umum untuk kemaslahatan muslimin
- Perlawanan Spiritual: Memerangi kebodohan, kemaksiatan, dan aliran sesat
Dua Syarat Utama
Al-Ghazali menegaskan bahwa aktivitas bisa disebut sabilillah jika memenuhi:
- Ikhlas: Murni untuk mencari ridha Allah, bukan popularitas atau kepentingan duniawi
- Kesesuaian Syariat: Tidak bertentangan dengan prinsip agama
Relevansi Kontemporer
Dalam pandangan Al-Ghazali, donasi untuk program berikut termasuk sabilillah:
- Pembangunan sekolah Islam berkualitas
- Beasiswa pelajar ilmu agama
- Penerbitan buku pencerahan umat
- Lembaga advokasi syariah
- Kegiatan pemurnian akidah
Catatan Penting: Al-Ghazali tetap mengakui jihad qital (perang) sebagai bagian utama sabilillah, tetapi menekankan bahwa konteks perang bukan satu-satunya di era damai.
Kesimpulan
Bagi Al-Ghazali, sabilillah adalah "segala upaya sistematis untuk menegakkan kalimat Allah di muka bumi" melalui jalan yang disyariatkan. Pemaknaan luas ini mencerminkan visinya tentang integrasi ibadah (hablum minallah) dan pemberdayaan umat (hablum minannas).
No comments:
Post a Comment